Kamis, 14 Februari 2013

Kerancuan Syariat Islam di Aceh dan Solusinya



Provinsi Aceh diberikan otonomi khusus untuk memberlakukan Syariat Islam dan rasa syukur kita ucapkan karena seluruh masyarkat Aceh mendukung penuh penegakan Syariat Islam ini. Akan tetapi pada pelaksanaannya masih ada pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh masyarakat dan juga ada ketidakadilan atau kerancuan dalam penegakan Syariat Islam di Aceh. Saya adalah orang yang mendukung penuh penegakan Syariat Islam di Aceh namun secara jujur saya katakana saya masih melakukan pelanggaran-pelanggaran kecil seperti masih memakai celana pendek dan juga masih membonceng teman wanita di atas kendaraan saya. Pertanyaannya kenapa itu saya lakukan ? ya karena saya menilai masih terdapat kerancuan dalam peraturan ini contohnya Laki-laki dilarang memakai celana pendek tetapi kenapa para pemain sepak bola dalam bertanding diperbolehkan memakai celana pendek ? dan yang bukan muhrim dilarang berboncengan di atas kendaraan tapi kenapa tukang ojek (rbt) boleh membonceng penumpang wanita dan di angkutan umum laki-laki dan wanita duduk bercampur tanpa adanya larangan.


Dari dua hal di atas terdapat ketidaktegasan dalam melakukan penegakan Syariat Islam dan ini membuat masyarakat menjadi bingung akan peraturan yang diberlakukan sehingga membuat masyarakat tidak sepenuhnya mematuhi peraturan Syariat Islam itu sendiri. Untuk lebih jelasnya berikut saya berikan beberapa conoh kerancuan dalam peraturan Syariat Islam di Aceh :


  1.  Laki-laki dilarang memakai celana pendek tetapi di beberapa cabang olahraga misal sepak bola boleh     memakai celana pendek.
  2. Wanita dilarang memakai pakaian ketat (celana) tetapi di beberapa kantor/perusahaan terdapat wanita yang masih memakai celana begitu juga di acara-acara tari dan fashion show serta beberapa atlit wanita.
  3. Bukan muhrim dilarang berboncengan di atas (dalam) kendaraan tetapi angkutan umum mengangkut penumpang dengan mencampur antara laki-laki dan perempuan.
  4. Konser Musik laki-laki dan wanita di pisah-pisah tetapi acara dakwah islam (maulid) dilapangan laki-laki dan wanita tidak dipisah begitu juga dengan Kampanye Politik.
  5. Bioskop tidak (susah) mendapat izin dari MPU tetapi usaha karaoke diperbolehkan padahal sama-sama di dalam ruangan.

Kelima contoh di atas adalah beberapa kerancuan yang terdapat didalam penegakan Syariat Islam di Aceh. Disini saya mengharapkan ketegasan dari pemerintah atau Dinas Syariat islam dalam penegakan Syariat Islam harus adanya kejelasan antara peraturan (teori) dan praktek dilapangannya. Untuk kejelasan ini saya pesimis Pemerintah bisa menjalankannya secara baik,tegas, dan professional, karena Agama ini adalah masalah hati dan keyakinan seseorang dengan Tuhan dan yang namanya terpaksa itu tidak enak.

Menanggapi permasalahan di atas dalam kehidupan sosial pemimpin (pemerintah) di berikan wewenang dan kepercayaan untuk mengatur dengan membuat peraturan hukum agar kehidupan berjalan dengan baik karena Negara ini tercipta karena masyarakat membutuhkan rasa aman dan jika tidak adanya pemerintahan tersebut maka hukum rimba yang akan berlaku. Maka dari itu Pemerintah haruslah menegakkan Syariat Islam secara menyeluruh dan tegas.

Menurut pandangan saya pemerintah tidak akan bisa menjalankan Syariat Islam secara baik karena lima hal yang telah saya sebutkan di atas adalah hal – hal kecil namun belum bisa ditegakkan sepenuhnya. Jika pun kelima hal yang saya sebutkan di atas benar-benar diperbaiki dan dilakukan secara adil maka akanlah sangat merepotkan, apa mungkin pemain sepakbola bertanding memakai celana panjang ? apa mungkin angkutan umum di sediakan secara khusus untuk laki-laki dan perempuan ? dan apa mungkin disetiap acara keramaian pemerintah bisa tegas dalam memisahkan antara laki-laki dan perempuan ? akan tetapi jika pemerintah bisa menjalankan peraturan tersebut dengan tegas, adil, dan profesional maka ini merupakan pencapaian yang sangat luar biasa.

Saya menyarankan pemerintah lebih fokus pada hal-hal yang besar saja seperti Zina, Judi, mabuk, khalwat yang memang secara jelas berdua-duan ditempat sepi dan lain sebagainya yang dianggap permasalahan besar. Nah bagaimana dengan kelima hal diatas yang saya sebutkan tadi apa dibiarkan saja ? ya tentu tidak kelima hal diatas harus tetap masuk dalam peraturan hukum syariat islam namun mungkin diberi sedikit revisi seperti :

  1. Laki-laki memakai celana pendek diperbolehkan, yang dilarang adalah memakai celana pendek yang setengah paha seperti trend era 80-an.
  2. Wanita diperbolehkan memakai celana, yang benar-benar harus ditindak adalah wanita yang secara jelas tidak memakai jilbab.
  3. Bukan muhrim diperbolehkan berboncengan diatas kendaraan, yang dilarang adalah sengaja berkendara berdua-duan didalam kegelapan dan tempat sepi.
  4. Di tempat keramaian ruang terbuka diperbolehkan bercampur antara laki-laki dan perempuan karena tingkat melakukan kemaksitannya sangat kecil sekali, yang dilarang adalah berdua-duan ditempat sepi.
  5. Untuk keramaian di ruang tertutup harus diatur secara tegas pemisahan antara laki-laki dan perempuan secara tegas tanpa pengecualian walaupun sudah menikah. Misal di bioskop di dalam satu theatre tempat antara laki-laki dan perempuan di pisah di mulai dari pintu masuknya dan sudah ditentukan quota (jumlah kursi) penonton antara laki-laki dan perempuan.
Setiap ada peraturan pastilah ada sanksi hukum yang harus diterima jika melakukan pelanggaran yaitu hukuman yang tidak hanya membuat jera pelakunya tapi juga yang membuat pelakunya berpikir seribu kali sebelum melanggar aturan. Belajar dari pengalaman ketika saya ospek saat masih mengenyam pendidikan yaitu jika dalam satu kelompok ada satu orang yang membuat kesalahan maka semua orang dalam kelompok tersebut juga akan menanggung resiko hukuman dari kesalahan salah satu dari anggota kelompoknya. Begitu juga dengan masyarakat yang melanggar syariat islam jika ada seseorang yang melanggar syariat islam maka pelaku dan orang tua pelaku tersebut harus di hukum, misalnya ada seorang wanita keluar rumah tidak memakai jilbab atau ada muda-mudi tertangkap melakukan khalwat maka orang tua dari pelaku tersebut juga terkena sanksinya sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Mengapa saya memberi solusi seperti itu karena yang namanya urusan akidah, akhlak, dan agama itu dimulai dari keluarga yaitu orang tua yang memberikan pendidikan agama kepada anak-anaknya jadi disini antara anak dan orang tua saling menjaga untuk tetap mematuhi aturan syariat islam tersebut. Ini mengapa syariat islam di aceh tidak berjalan dengan baik karena orang tua nya saja tidak peduli dan tidak melarang anak-anaknya tidak memakai jilbab dan memakai celana pendek lalu aturan pemerintah siapa yang peduli. Pada hal ini saya ingin mengajak para orang tua juga ikut bertanggung jawab kepada anak-anaknya agar selalu mematuhi peraturan syariat islam yang diberlakukan. Disni akan terlihat orang tua mana yang perduli pada anaknya dan tugas dari pemerintah akan sedikit menjadi ringan karena pencegahan sudah dimulai sejak dari keluarga dan sanksi ini diberlakukan bagi orang yang belum menikah dan masih menjadi tanggungan orang tuanya sedangkan yang sudah menikah sanksi hukumnya ditanggung sendiri karena sudah lepas dari tanggungan orang tua.

Solusi yang saya berikan ini bisa dikatakan terbentuknya keterikatan antara orang tua dan anak untuk secara bersama saling menjaga satu sama lain karena jika secara individu terkena sanksi maka mungkin ada sebagian orang yang tidak perduli toh saya yang berbuat maka saya pula yang bertanggung jawab tapi disini saya yang berbuat tapi sanksinya juga bisa berimbas pada anggota keluarganya. Manfaat yang lain adalah disini akan lebih mengoptimalkan peran dari orang tua dalam mendidik anak-anaknya.

Diharapkan keringanan dan sanksi yang diberikan oleh pemerintah ini jika memang benar-benar terjadi bisa mendapat apresiasi dari masyarakat dengan benar-benar mematuhinya. Pemerintah juga terus berupaya secara perlahan-lahan meningkatkan kesadaran masyarakat dalam menjalankan syariat islam secara baik dan dengan sendirinya timbul kesadaran dari masing-masing individu untuk berubah dengan sendirinya tanpa keterpaksaan, misal laki-laki yang tadinya sering memakai celana pendek akan berubah memakai celana panjang begitu juga dengan wanita akan memakai rok atau pakaian yang memang sesuai ajaran islam.

Semoga tulisan ini bisa bermanfaat dan bisa menjadi cara alternatif bagi pemerintah dalam menegakkan syariat islam di Aceh.

Bisa juga di baca di :

Kompasiana dan Atjeh Post

Tidak ada komentar: